Jakarta (ANTARA News) - Sebuah bus ukuran sedang berwarna merah cerah yang masih tampak "kinclong" terpajang megah di tempat parkir kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, sedang menunggu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menaikinya.
Dahlan Iskan, Selasa ini, berniat merasakan nikmatnya menaiki bus listrik yang sebelumnya sudah dinikmati beramai-ramai oleh rombongan Menteri Riset dan Teknologi Gusti Mohammad Hatta dan Menteri Perhubungan EE Mangindaan pada peluncuran peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2012, akhir bulan lalu (26/6).
"Sangat nyaman. Dibanding dengan mobil diesel, ini tak ada suara. Mulai dari kecepatan pelan sampai kecepatan tinggi sangat halus," komentar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rudi Rubiandini seusai mengikuti "fun drive" bersama Menristek saat itu.
Bus berkilau merah bernama Hevina (Hybrid Electric Vehicle Indonesia) itu memang bukan bus biasa yang dijalankan dengan solar atau bensin, bus ini sepenuhnya dijalankan dengan listrik dari batere Lithium (LifeP04) yang memutar motor listrik penggerak roda.
Perbedaan mendasar antara mobil listrik dan mobil konvensional terletak pada sistem penggeraknya yang 100 persen berbeda secara konsep, jika mobil konvensional menggunakan engine, mobil listrik menggunakan motor listrik.
Jika pada mobil konvensional, dalam mesin terjadi proses pembakaran sehingga menimbulkan suara bising, pada mobil listrik, motornya menggunakan energi listrik dari batere, sehingga tidak menimbulkan suara.
Bus Listrik yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut mampu membawa 15-17 orang dengan kecepatan maksimal 100 km/jam serta mampu berjalan sejauh 150 km dengan sekali pengisian batere 500 ampere.
Spesifikasinya yakni menggunakan motor tipe Brushless DC motor, nominal votalge 320 VDC, peak power 147 HP/110 KW, max motor RPM 5000, peak torque 300Nm, controller 280-380 VDC/600 A, battery pack lithium battery (lifePo4), 320 VDC/160 A, charge input 220 VAC, output 20 VDC/24 A.
Masih Mahal
Peneliti yang memimpin riset untuk bus listrik LIPI Abdul Hapid mengakui, biaya pembuatan prototipe minibus listrik ini terbilang besar, mencapai sekitar Rp1,5 miliar, sementara harga pasaran minibus "on the road" dengan bahan bakar minyak (BBM) hanya sekitar Rp300-350 juta per unit.
Menurut dia, dimanapun di dunia mobil listrik masih mahal, namun tampak lebih murah karena mendapat subsidi dari pemerintah.
Ia mencontohkan, di China bus listrik disubsidi hingga 73.000 dollar AS per unit, sedangkan mobil listrik jenis sedan disubsidi 8.800 dollar AS, demikian pula di Amerika Serikat, dimana mobil listrik sekelas sedan disubsidi 7.500 dollar AS.
"Apalagi bus LIPI ini masih harga riset, jika sudah komersial alias diproduksi massal harganya tentu tidak sebesar itu, pastilah di bawah Rp1 miliar dan lebih kompetitif," katanya.
Ditambah lagi mobil listrik ini menyempurnakan banyak kelemahan mobil BBM karena ramah lingkungan, hemat energi dan biaya operasional yang murah, katanya.
Mengapa ramah lingkungan, menurut dia, karena bus listrik tidak mengeluarkan karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil (zero emission), dan berarti juga tak memakai knalpot, ujarnya.
Sedangkan hemat energi karena jika mobil konvensional menggunakan solar atau bensin yang disubsidi seharga Rp4.500 per liter sementara per liter dihabiskan dalam jarak 7-10 km, mobil listrik hanya menghabiskan Rp2.000 untuk 2 kWh (tanpa subsidi) yang dihabiskan dalam jarak 10 km, ujarnya.
"Mesin mobil listrik juga mati dengan sendirinya jika tidak jalan, jadi kalau berhenti di lampu merah, energi tidak digunakan, karena itu makin hemat.Efisiensinya di atas 80 persen, sementara efisiensi pembakaran di mobil konvensional hanya 12-15 persen. Apalagi di perkotaan yang macet seperti Jakarta," katanya.
Mobil listrik, urainya, juga dapat menurunkan biaya operasional 50 persen dibanding mobil konvensional dan menurunkan biaya perawatan sampai 70 persen.
"Perawatan mobil listrik hampir tidak ada, tidak ada radiator, tidak perlu ganti aki, tidak perlu ganti oli mesin dan filter," kata Abdul Hapid.
Dikatakannya, mahalnya mobil listrik lebih disebabkan karena harga baterenya yang masih sangat mahal, yakni 40 persen dari harga mobil keseluruhan.
"Bus listrik ini memuat 100 batere lithium yang masing-masing seberat 5 kg, sehingga berat seluruhnya 500 kg dengan total harga lebih dari Rp400 juta, lebih mahal dari harga motor listriknya," katanya.
Jika batere sudah "low-bat" pengisian batere bisa dilakukan seperti halnya men-charge handphone, namun butuh waktu empat jam agar batere bisa penuh kembali. Saat ini sudah ada charger khusus yang waktu pengisiannya cukup 20 menit.
"Pengisian bisa dilakukan pada malam hari ketika daya listrik PLN hanya digunakan 20 persen oleh masyarakat, sehingga tak akan mengganggu kapasitas terpasang," katanya.
Jika sudah ada batere yang lebih efisien daripada batere lithium ion yang sedang populer saat ini, tegas dia, harga mobil listrik bisa jauh lebih murah dari harga sekarang.
Produksi Massal
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Gusti Muhammad Hatta menyatakan bangga, bus listrik buatan LIPI yang telah diujicobanya cukup nyaman ditumpangi dan siap untuk digunakan sebagai sarana transportasi darat.
"Kami dengan kementerian terkait dan sejumlah pelaku usaha sudah berkoordinasi untuk mempersiapkan penyempurnaan teknologi, fasilitas produksi hingga regulasinya serta mekanisme persaingan usaha yang sehat agar bus listrik nasional ini bisa diproduksi secara massal dan kompetitif," ujarnya.
Gusti menargetkan produksi mobil listrik dalam jumlah terbatas sudah bisa dilakukan pada awal 2013 dan dilanjutkan produksi mobil secara massal pada 2014.
Sementara itu, Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan berjanji akan mendukung penggunaan mobil listrik tersebut di masyarakat dengan merumuskan regulasi dan juga infrastrukturnya.
"Kami dukung ini. KESDM akan siapkan infrastruktur berupa stasiun tempat pengisian batere bagi mobil listrik," kata Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini.
Hafid menambahkan, meski konsep rancangannya berbeda dengan mobil konvensional, industri dalam negeri mampu membuat mobil listrik sendiri dan membuatnya menjadi massal.
Bus listrik LIPI, dijelaskannya, memang masih harus menggunakan motor listrik dan batere yang diimpor dari AS, sementara kerangka (chasis)-nya dari pabrik Isuzu.
"Namun konsep rancangan bus listrik ini, hingga bodinya, termasuk interior dan eksterior sepenuhnya dibuat LIPI bersama bengkel karoseri pembuat badan kendaraan niaga, truk, dan bus di dalam negeri, jadi prinsipnya kita bisa," katanya.
Jika bus listrik telah diproduksi secara massal maka, harganya akan konpetitif dan peminatnya akan meningkat, katanya sambil berharap mobil listrik LIPI ini makin memicu inovasi mobil non-BBM dan mobil listrik nasional berikutnya.
(D009)
1 komentar:
Kenapa harus pakai batere lithium???? Kenapa gak buat Listrik Mandiri saja...
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar di sini,, karena komentar anda adalah motivasi buat saya dan blog saya, sebelumnya terimaksih sudah mau berkunjung di FaatLive Thanks By Faat